Kebiasaan mudik sudah saya alami sejak saya masih menjadi siswa SMA, walaupun dilakukan cukup sering yaitu seminggu sekali. Dibilang mudik karena sehari-hari tidak tinggal di rumah bersama orang tua. Tetapi tinggal ngekos di rumah dekat sekolah. Karena jarak rumah dan sekolah cukup jauh. Butuh waktu 1,5 jam menggunakan kendaraan umum untuk menempuh jarak rumah ke sekolah waktu itu. Lebih memilih ngekos karena mempertimbangkan waktu, biaya, dan tenaga. Lebih hemat ngekos daripada pulang pergi setiap hari menggunakan kendaraan umum. Maklum, karena waktu itu saya tidak memiliki kendaraan pribadi.
Mudik "beneran" saya alami waktu kuliah di Bandung. Tempat tinggal saya di Majalengka. Jauh dari Bandung, sehingga saya seolah menetap di Bandung, walaupun tinggalnya hanya di sebuah kamar kos. Pada saat aktif kuliah sebenarnya saya bisa pulang sebulan sekali. Tetapi lebih sering satu semester sekali. Baru pada saat bekerja di Bandung, saya mudik satu tahun sekali. Mengingat waktu yang tersedia untuk pulang kampung tidak terlalu banyak.
Mudik yang saya ceritakan di atas dilakukan sendiri karena pada saat itu saya belum menikah, apalagi memiliki anak. Mudik tahun ini saya rasakan sangat berkesan karena menempuh jarak yang sangat jauh dan bersama-sama keluarga, istri dan anak.
Saat ini saya tinggal di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Kota Tanjungpinang merupakan Ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Terletak di pulau Bintan, salah satu pulau dari sekian banyak pulau yang tergabung dalam Kepulauan Riau. Saya tinggal dan berkeluarga sejak tahun 2015 dan pada tahun lalu (2016), kami dikaruniai anak pertama laki-laki.
Baru tahun 2017 ini saya sempat mudik merayakan Idul Fitri di kampung halaman, Majalengka. Sebelumnya saya tidak bisa mudik karena beberapa alasan. Saat tahun pertama menikah, kami tidak mudik karena saya sempat pulang beberapa bulan sebelum Idul Fitri. Tahun pertama Kami memiliki anak, kami juga tidak sempat mudik karena anak kami baru berumur 3 bulan. Dari informasi yang saya peroleh, bayi umur tiga bulan belum diijinkan untuk bepergian menggunakan pesawat terbang.
Kami sekeluarga mudik menggunakan transportasi udara dan darat. Perjalanan pertama ditempuh dari Tanjungpinang menuju Bandara Soekarno Hatta Tanggerang menggunakan pesawat terbang. Selanjutnya kami menggunakan transportasi darat untuk menuju Majalengka.
Pengalaman sebelumnya waktu saya mudik sendiri, perjalanan saya tempuh dalam satu hari tanpa istirahat menginap di perjalanan. Namun, saya rasakan sangat melelahkan. Khawatir dengan kondisi anak dan istri, proses mudik kali ini dilakukan secara bertahap. Setelah mendarat di Bandara, kami melakukan perjalanan menuju Bandung untuk menginap dan beristirahat di hotel. Perjalanan menuju Majalengka dilakukan esok harinya menggunakan kendaraan umum dari Bandung ke Majalengka.
Mudik sambil membawa keluarga, terutama anak memberikan kesan tersendiri. Di samping memperhatikan keperluan pribadi, kami juga sibuk mempersiapkan keperluan anak kami selama perjalanan dan saat tiba di tempat tujuan. Saran saya, jika mudik bersama keluarga jangan terlalu banyak membawa barang. Apalagi jika perjalanan menggunakan kendaraan umum seperti bus. Memang, barang yang biasanya wajib dibawa pada saat mudik adalah oleh-oleh. Jika memungkinkan, oleh-oleh bisa dikirimkan melalui jasa kurir agar tidak merepotkan membawanya saat perjalanan. Barang keperluan anak sebaiknya dikemas pada satu tas tersendiri, sehingga ketika membutuhkannya mudah untuk diambil. Selalu waspada pada barang-barang bawaan untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan seperti kehilangan barang.
Oleh Opan
Dipostkan July 14, 2017
Seorang guru matematika yang hobi ngeblog dan menulis. Dari ketiganya terwujudlah website ini sebagai sarana berbagi pengetahuan yang saya miliki.
Diskusi di twitter @sopandiahmad